Kematian Tahanan Herman di Balikpapan, Lebih kecewa Penanganan Kasusnya
Aksitoto - Kasus Kematian tahanan di Polresta Balikpapan Kalimantan Timur (Kaltim) terus berlanjut. Penyidik Polda Kaltim menerapkan pasal mengeroyokan berujung kematian seseorang. Mereka memukuli tahanan bernama Herman hingga tewas di Posko Jatanras dan ruang penyidik Mapolresta Balikpapan.
Kendati, Lembaga bantuan Hukum (LBH) Samarinda menyoroti lemahnya pasal yang dipilih guna menjerat keenam oknum polisi yang jadi penyebab kematian Herman. LBH mengaku belum puas dengan penanganan kasus ini.
''Kalau melihat fakta-faktanya, kami kurang puas dengan pasal dijeratkan pada tersangka.''kata Tim Kuasa Hukum LBH Samarinda Fathul Huda. Rabu, 17 Maret 2021.
1. Penerapan pasal pembunuhan biasa atau berencana
Dalam kejadian kasus ini, Fathul berpendapat, penyidik semestinya menerapkan pasal pembunuhan yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang. Ia mengacu adanya beberapa ala bukti penyiksaan sudah dipersiapkan para pelaku untuk menangiaya korban.
Para tersangka menganiaya Herman dengan selang plasik, ekor ikan pari, tongkat pemukul, hingga staples kertas. Selain itu, para oknum polisi ini pun terbukti menganiaya korban sejak dijemput dari rumah hingga memasuki ruang penyidikan.
''Mereka sudah memukuli korban di Posko Jatanras. INi menggugurkan alasan mereka memukuli korban karena tidak kooperatif. Apalagi mereka juga sudah memperispakan alat penyiksaan,'' kata Fathul.
Sehubungan itu, Fathul berpendapat, penyidik semestinya fokus dalam pengungkapan motif pelaku dalam menangiaya korban. Sehingga ancaman pasal yang dijeratkan pun lebih berat, yakni ketuntuan pasal pembunuhan biasa atau berencana.
2. Ada upaya menutupi kasus ini dengan jalan damai
Apalagi, saat kasusnya belum muncul ke permukaan, Fathul menduga, ada upaya untuk menutupi peristiwa kematian Herman. Ia mengutip pernyataan Kapolres Balikpapan Komisaris Besar Turmudi di media massa yang mengklaim sudah adanya perdamaian dengan keluarga korban.
LBH Samarinda bahkan sempat memperoleh perlawanan dari pihal keluarga korban, yang mempersoalkan tetapi dilanjutkan kasus hukumnya. Ayah kandung korban mengaku sudah menerima tanda jadi bukti perdamaian dari kepolisian.
''Bahkan ayahnya sendiri marah-marah pada kami, padahal kami yang membela kasusnya selama ini,'' papar Fathul.
Fathul lantas beranggapan ada upaya sistematis dari polisi untuk menutup kasus kematian Herman. Karena itu, ia mendesak Polda Kaltim memeriksa Kapolres Balikappan yang diduga membantu menutup terjadinya peristiwa pelanggaran pidana ini.
3. YLBHI minta evaluasi mendasar di tubuh Polri
Sementara, Yayasan Lembaha Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mendesak institusi Polri terus melakukan evaluasi mendsar di seluruh jajarannya. Terutama soal pembatasan kewenangan penyidikan seperti diatur dalam kententuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Semisal ketentuan penahanan tersangka hingga 60 hari.
''Harus ada revisi KUHAP dalam membatasi kewenangan penahanan tersangka,'' kata Ketua Bidang Advokasi YLHBI Muhammad Isnur.
Pimpinan Polri, kata dia, pun harus transparan dalam penindakan anggotanya yang tebukti melanggar aturan dalam melakasanakan penyidikan. Sanksi tegas diberikan guna memberikan efek jera bagi oknum anggota Polri.
''Setidaknya tiga hal ini yang harus di lakukan Polri agar menjadi profesional,"ujar Isnur.
Selama ini, YLBHI menyimpan catatan panjang kasus kekerasan dilakukan Polri. Butuh kerja keras membangun institusi Polri yang profesional dan meninggalkan budaya kekerasan.
''Catatan kami cukup banyak memang, sepertinya sudah menjadi warisan masa lalu. Sehingga butuh perubahan di tubuh Polri,'' ujar Isnur.
4. Ratusan pembunuhan di luar proses hukum
Dalam diskusi Diseminasi Temuan pembunuhan Sewenang-wenang dalam Penegakan Hukum pada Februari lalu, YLBHI melaporkan hasil penelitian kasus pembunuhan sewenang-wenang di luar proses hukum. Sepanjang 2018 hingga 2020 ditemukan 241 kasus dengan korban mencapai 305 jiwa.
Penelitian YLBHI menemukan fakta rincian kasus terjadi pada 2018 sebanyak 151 kasus, dengan 192 korban jiwa dan 2019 sebanyak 21 kasus dengan 77 korban jiwa. Sedangkan pada 2020 terjadi 44 kasus dengan 46 korban jiwa.
Kasus-kasus ini 80 persen di antaranya melibatkan institusi kepolisian. Kekerasan dilakukan oknum polisi kaitan pembubaran aksi demo massa, kejahatan jalanan, narkoba, pencurian biaya, hingga penindakan lahan tanpa izin.
Komentar
Posting Komentar